Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang paling aktif dalam melakukan upaya penurunan emisi, hamper seluruh dunia mafhum akan hal tersebut. Dan hal ini terbukti lagi kemarin, pada tanggal 26 Maret 2019 Kementerian PPN/Bappenas telah meluncurkan hasil kajian mereka melalui acara Peluncuran Laporan Kajian Pembangunan Rendah Karbon Indonesia, di Ruang Djunaedi Hadisumarto, Kementerian PPN/Bappenas, dengan dihadiri oleh lebih dari 300 peserta.
Acara peluncuran ini juga membuktikan kalau Indonesia sangat serius dalam melakukan upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, termasuk pengarusutamaannya dalam implementasi pembangunan. Hasil kajian yang diluncurkan ini adalah hasil kerja keras beberapa kementerian di Indonesia, dengan didukung juga oleh beberapa Lembaga internasional dan beberapa negara sahabat seperti Pemerintah Inggris, Denmark, Jerman, dan Norway. Hasil laporan yang disusun melalui proses teknokratis tersebut akan diintegrasikan ke dalam RPJMN 2020-2024
Yang kemudian menarik didalam laporan ini adalah bagaimana kemudian Indonesia akan memadukan konsep pembangunan berkelanjutan melalui integrase pembangunan berbasis ekonomi dengan pembangunan berbasis lingkungan. Berdasar dari hasil kajian, Indonesia akan tetap dapat meningkatkan ekonominya tetapi juga menjaga bahkan meningkatkan kualitas lingkungan hidup masyarakat.
Dengan basis pertumbuhan ekonomi saat ini yang berada di kisaran 5%, maka implementasi Pembangunan Rendah Karbon ini akan menjadi tantangan tersendiri, karena menurut Bappenas, pertumbuhan ekonomi tidak boleh menurun, tapi malah harus meningkat di kisaran 6%.
Mengapa kemudian implementasi Pembangunan Rendah Karbon ini menjadi sangat penting, bahkan Menteri Bappenas Prof. Bambang Brodjonegoro, menyatakan bahwa siapa pun presiden yang akan terpilih, maka hal pole pembangunan harus diubah kea rah yang lebih rendah karbon. Hal ini karena menurut hasil kajian, telah terjadi peningkatan yang signifikan pada polusi (udara dan air), penyusutan hutan, urbanisasi yang tidak teratur, berkurangnya sumber daya alam, serta perubahan iklim dan dampak turunannya.
Di dalam dokmen hasil kajian, maka hal-hal yang harus segera dilakukan adalah :
- Transisi energi menuju ke energi terbarukan dan peningkatan efisiensi energi.
- Komitmen untuk melindungi hutan dan meningkatkan reforestasi.
- Penanganan sampah dan pengelolaan industry hijau.
- Peningkatan produktivitas lahan.
- Pembuatan kelembagaan dan tata kelola sesuai dengan rencana.
Di dalam hasil kajian, Bappenas menyarankan untuk melakukan implementasi Pembangunan Rendah Karbon dengan berdasar skenario moderat, yang lebih realistis dan akan bisa dicapai dalam kurun waktu 5 tahun ke depan.
Saat ini Bappenas juga sedang menyusun Target Pembangunan Indonesia Visi 2045, akan ada lebih banyak tantangan masalah lingkungan. Sementara diharapkan target antara tahun 2030 adalah skenarion 43% pengurangan emisi GRK tahun 2030 dengan pertumbuhan ekonomi lebih dari 6%. Ini mengarah ke win-win outcome untuk ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Syarat utama untuk melakukan mainstreaming atau pengarusutamaan Pembangunan Rendah Karbon dalam RPJMN 2020-2024 adalah harus adanya political will, dasar hukum, dan daya dukung yang kuat.
Diharapkan memang RPJMN 2020-2024 adalah merupakan RPJMN yang berbasis Ekonomi Hijau dan Rendah Karbon. RPJMN ini akan menjadi acuan buat negara dan seluruh komponen masyarakat untuk melakukan rencana implementasinya.
Ke depan tidak boleh lagi terjadi peningkatan bencana hydrometeorology contohnya. Bencana banjir yang semakin sering terjadi adalah akibat dari perubahan iklim dan salah perencanaan.
Contoh lain adalah Sungai Citarum yang menjadi sumber air Jakarta kini semakin terdegradasi. Hulu sungai yang sudah botak mengakibatkan penurunan debit dan kualitas Citarum. Dan ke depan ini akan menjadi bencana besar apabila Pembangunan Rendah Karbon tidak diimplementasikan secara benar dan konsisten.
Yang kemudian masih menjadi pertanyaan di dalam hasil kajian ini, dan kurang begitu banyak diungkap, adalah Bagaimana pembagian peran antar kementerian, antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, antara pemerintah dengan sektor swasta, maupun antara pemerintah dengan warga masyarakat. Ini karena pembangunan Indonesia adalah masalah Bersama, dan Pembangunan Rendah Karbon akan jauh lebih membutuhkan peran semua pihak.
Yang kemudian juga belum dianalisis adalah Bagaimana model pembiayaan dari implementasinya. Apakah kemudian membutuhkan bantuan internasional atau semuanya dari pembiayaan domestik mislanya.
Atau lebih jauh, bagaimana kemudian pemerintah bisa mengoptimalkan model pembiayaan alternatif seperti pasar karbon atau pajak karbon misalnya, yang jamak dilakukan di negara lain.
Memang masih aka nada banyak pekerjaan rumah tersama, tetapi kita patut berbangga bahwa Indonesia sudah pada jalur yang benar, on the right track. Bahkan konon Indonesia adalah negara pertama di dunia yang telah mempunyai dokumen sejenis.
Kita patut berbangga, mendukung, dan kemudian bekerja bersama mewujudkannya.
Jakarta, 27 Maret 2019
Dicky Edwin Hindarto
Inisiator Jejaring Indonesia Rendah Emisi dan Penggemar Isu Perubahan Iklim