Workshop Jejaring Indonesia Rendah Emisi (JIRE): Ke mana arah program efisiensi energi dalam kabinet mendatang?

Jejaring Indonesia Rendah Emisi (JIRE), yang diluncurkan oleh Menteri PPN/Ketua Bappenas Prof Bambang Brojonegoro pada tanggal 19 Februari 2019 yang lalu di Jakarta, telah mengadakan serangkaian diskusi mengenai peran energi efisiensi dalam pembangunan rendah emisi gas rumahkaca (GRK) di Indonesia. Dalam rangkaian ini, Rabu, 21 Agustus 2019, JIRE mengadakan sebuah diskusi dengan tema: “Akan kemanakah arah kebijakan  energi efisiensi dalam kabinet yang akan datang?”.

Dengan diikuti wakil-wakil dari pemerintah, pelaku usaha, akademisi, LSM dan para praktisi lainnya, diskusi ini telah menghasilkan butir-butir kesimpulan dan rekomendasi, yang terbagi ke dalam empat bagian, yaitu: pentingnya melakukan efisiensi energi, masukan untuk kebijakan, masukan untuk model pendanaan, dan masukan untuk keberlanjutan implementasi program efisiensi energi.

Sesi panel dengan pembicara antara lain Direktur Konservasi Energi Kementerian ESDM dan Ketua Masyarakat Konservasi dan Energi Efisiensi Indonesia.

Berikut adalah hasil kesimpulan dan rekomendasi dari diskusi tersebut:

Pentingnya melakukan efisiensi energi

Dibandingkan dengan kegiatan pengurangan emisi GRK yang lainnya, maka efisiensi energi merupakan kegiatan yang paling mudah dilakukan, dan biayanya relatif rendah.  Mengurangi konsumsi energi listrik 1 kWH misalnya, jauh lebih mudah dan murah dibandingkan memproduksi listrik 1 kWH. Selain itu, efisiensi energi juga dapat menurunkan biaya produksi dan meningkatkan daya saing perekonomian nasional.

Secara nasional, elastisitas energi (perbandingan antara laju permintaan energi dibanding dengan pertumbuhan ekonomi) Indonesia masih lebih besar dari satu. Efisiensi energi mutlak harus dilakukan di segala bidang dan sektor di Indonesia, baik di sisi pasokan/produksi) maupun permintaan/konsumsi, karena masyarakat Indonesia masih boros dalam menggunakan energi.

Peserta diskusi menilai bahwa pelaksanaan dan upaya serta keseriusan untuk melakukan efisiensi energi oleh pemerintah dan pelaku usaha jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan apa yang dilakukan untuk energi terbarukan, seperti pembangkit tenaga surya, bahan bakar nabati, waste to energy, dan lain-lain.

Masukan untuk kebijakan

Data dan basis data tentang efisiensi energi perlu lebih dicermati, diperkuat, dan disempurnakan agar perancangan kebijakan efisiensi energi dan indikator pencapaian kinerja serta target kebijakan tidak salah arah.

Perlu kebijakan yang lebih agresif, terintegrasi dan dengan rencana aksi/peta jalan yang jelas untuk implementasi efisiensi energi di Indonesia. Penegakan peraturan dan regulasi efisiensi energi, mulai dari pelaporan konsumsi energi sampai capaian implementasi efisiensi energi dan sanksi bagi yang melanggarnya, perlu untuk diperkuat.  Kriteria pelaku usaha yang mempunyai kewajiban untuk melakukan implementasi dan pelaporan efisiensi energi juga harus diperketat.

Kebijakan disinsentif untuk pengguna energi, terutama industri, transportasi dan bangunan komersial, layak untuk diimplementasikan guna meningkatkan kepatuhan pada peraturan dan mendorong pelaku untuk melakukan kegiatan efisiensi energi. Namun tingkat disinsentif ini tidak boleh berlebihan yang bisa berdampak negatif bagi iklim investasi. Kebijakan untuk pemberian insentif fiskal atau insentif lain adalah prioritas berikutnya, terutama apabila pemerintah memiliki anggaran yang cukup.

Sangat perlu untuk memperluas dan memperkuat standar dan label hemat energi, terutama pada peralatan rumah tangga, bangunan komersial, dan transportasi. Khusus untuk energi efisiensi di sektor transportasi perlu digali lebih lanjut potensinya.

Masukan untuk model pendanaan

Pendanaan melalui perbankan untuk implementasi efisiensi energi saat ini sulit untuk dilakukan karena terkendala dengan peraturan collateral dan bunga pinjaman yang tinggi.  Untuk itu, perlu dibuat skema pendanaan khusus dari perbankan atau lembaga keuangan untuk efisiensi energi. Skema pendanaan dengan menggunakan Energy Services Company (ESCO) di Indonesia perlu disesuaikan, misalnya dengan menggabungkannya dengan leasing.

Insentif fiskal, seperti pengurangan pajak, perlu diberikan untuk peralatan-peralatan yang rendah konsumsi energinya.   Pajak karbon atau mekanisme berbasis pasar karbon lainnya, bisa menjadi alternatif untuk pemberian insentif maupun disinsentif pada pengguna energi dengan skala tertentu yang disepakati. Selain itu, kerjasama internasional dalam bidang efisiensi energi perlu untuk ditingkatkan dan difasilitasi oleh pemerintah.

Masukan untuk keberlanjutan implementasi program efisiensi energi

Implementasi efisiensi pada pengguna energi, terutama sektor bisnis, akan meningkatkan keberlanjutan dari kegiatan bisnis dan secara langsung memberi pengaruh positif pada lingkungan sekitarnya. Efisiensi energi harus dilakukan secara berkelanjutan dengan target jangka panjang di semua sektor pembangunan.  Untuk itu akan dibutuhkan standar, regulasi, dan model pembiayaan yang fleksibel.

Energy pricing atau pengaturan harga energi sesuai dengan nilai keekonomiannya dengan dibarengi kampanye akan secara langsung meningkatkan kegiatan efisiensi energi dan keberlanjutan program. Peningkatan kampanye, diseminasi, dengan menggunakan strategi komunikasi yang tepat harus dilakukan oleh pemerintah secara berkelanjutan dan terencana untuk pencapaian target efisiensi energi.