Pada tanggal 4 Oktober 2019 diadakan workshop yang merupakan kelanjutan dari lokakarya Jejaring Indonesia Rendah Emisi dan Yayasan Mitra Hijau pada tanggal 21 Agustus 2019 di hotel Akmani Jakarta, yaitu untuk memaparkan masukan-masukan untuk Presiden Republik Indonesia dan Kabinet Kerja II khususnya yang terkait peningkatan energi efisiensi untuk pembangunan rendah karbon. Workshop ini dihadiri pula oleh Tina Marie Marchand dan Claire Healy dari 3rd Generation Environmentalism (E3G) serta Nithi Nesadurai dari Climate Action Network – South East Asia (CAN SEA).
Direktur Eksekutif Yayasan Mitra Hijau sebagai Sekretariat JIRE, Dr. Doddy Sukadri, dalam sambutan pembukaan workshop menyampaikan terima kasih secara khusus kepada E3G atas kehadiran dan atas kerjasamanya untuk berbagi temuan-temuan dari studi yang dilakukan E3G mengenai langkah utama apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan pembangunan rendah karbon di Asia Tenggara, khususnya di Filipina, Vietnam dan di Indonesia. Doddy juga menjelaskan pengaruh Indonesia sebagai salah satu negara yang ikut berkomitmen pada kesepakatan Paris Agreement dan pentingnya semua pihak melakukan efisiensi dan konservasi energi untuk membantu pemerintah dalam berkontribusi memenuhi target negara dalam menurunkan emisi dari sektor energi.
Di sesi pertama, Dicky Edwin Hindarto dari Yayasan Mitra Hijau memaparkan tentang pendirian, alasan dan posisi JIRE, serta menginformasikan betapa pentingnya memberikan masukan ke Bapak Presiden RI tentang pentingnya pembangunan rendah emisi dan langkah-langkah utama apa yang harus dilakukan untuk mencapai target negara sesuai kesepakatan pada dunia melalui Perjanjian Paris.
Dalam sesi kedua, moderator memperkenalkan Tina Marie Marchand (Research Manager) dan Claire Healy (Director of Climate Diplomacy, Risk and Security), tujuan kedatangan E3G ke Indonesia, menjelaskan tentang E3G dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh E3G. Ada tiga orang penanggap untuk paparan E3G ini yaitu Rebekka Angelyn dari Rumah Energi, Bisuk Abraham Sisungkunon dari LPEM-UI dan Bapak Edi Sartono dari Ditjen EBTKE – Kementerian ESDM.
E3G menyampaikan bahwa peningkatan emisi GRK di Indonesia, Vietnam dan Filipina adalah karena tingginya pertumbuhan pembangkit listrik tenaga batubara, terutama di Indonesia. Penggunaan batubara dapat tidak dapat mempercepat pencapaian target dunia sebagaimana yang tertera pada Paris Agreement. Untuk itu, perlu untuk mempercepat transisi rendah karbon di Asia Tenggara dari sisi ekonomi politik dan menjelaskan beberapa area utama yang dapat dilakukan, terutama untuk mendorong perubahan kondisi nasional, sistem politik dan proyeksi eksternal yang kurang mendukung pembangunan rendah karbon. Dari sisi ekonomi, masyarakat sipil perlu melihat dan mendorong Pemerintah dalam membentuk arah bisnis hijau yang memberikan keuntungan untuk ekonomi dan lingkungan. Perlu pula adanya kerjasama antara Pemerintah dengan masyarakat sipil terkait perumusan kebijakan Pemerintah yang terkait.
Tantangan terbesar yang dilihat E3G dari semua negara yang telah diteliti adalah adanya perbedaan besar antara penilaian dunia internasional terhadap suatu negara dan kenyataan di negara tersebut. Hal ini akan berpengaruh terhadap realisasi target NDC. Contohnya, Indonesia yang memiliki peranan penting bagi dunia internasional dalam hal rendah emisi dan politik dapat membuat perbedaan bila memang Indonesia melaksanakan komitmen sebagaimana dalam NDC-nya.
Beberapa tanggapan, pertanyaan dan saran atas hasil studi E3G ini menggarisbawahi beberapa hal seperti pentingnya melibatkan tokoh politik dan anggota parlemen dalam diskursus pembangunan rendah emisi, menegaskan batasan sektoral studi apakah hanya mencakup energi listrik saja, dan tentang perlunya melihat RPJM dan RPJP sebagai konteks pembangunan di Indonesia. Aspek penyadartahuan juga disoroti peserta workshop sebagai salah satu kendala seperti bahwa pemberian feed-in-tariff untuk energi terbarukan ternyata dapat dianggap penegak hukum sebagai tindakan korupsi.
Workshop kemudian ditutup dengan kesimpulan bahwa transisi ke arah pembangunan yang rendah karbon adalah tantangan yang tidak hanya dihadapi Indonesia saja. Di regional Asia Tenggara, beberapa negara tetangga kita juga berjuang ke arah yang sama. Namun demikian dipahami bahwa tantangan-tantangan yang dihadapi kebanyakan adalah bersifat internal yang banyak bersumber dari keengganan untuk berubah. Untuk itu sangat penting agar semua pihak dapat menyuarakan perubahan ini sehingga desakan yang terkumpul akan cukup kuat untuk mendorong perubahan. Dalam rangka ini pula, JIRE bermaksud menyampaikan surat kepada Presiden RI mengenai rekomendasi JIRE untuk transisi pembangunan rendah karbon di Indonesia, khususnya dalam aspek energi efisiensi.